Minggu, 08 Desember 2019


MUSA, ISA &  MUHAMMAD SAW.


Oleh: Farchan Jaohari Tantowi

Nabi Musa as. diturunkan kepada kaum Yahudi yaitu kaum yang cerdik dan pandai, tapi kehidupan mereka tidak teratur, oleh karena itu dengan diturunkannya Kitab suci Taurat  yang isinya lebih banyak tentang hukum dan peraturan bagi ummatnya. Hukum dan peraturan itu jika dalam tasawuf disebut dengan Syareat.

Tapi sangat disayangkan setelah Nabi Musa as. wafat ummatnya sangat kaku dalam menerapkan hukum dan peraturan, sehingga mereka terlalu kaku dan mudah menyalahkan kelompok lain yang tidak sama dengan mereka.

Lalu turunlah Nabi Isa kepada kaum Yahudi yang sudah mapan baik dalam peradaban dan budayanya. Sayang kaum Yahudi terlalu kaku dalam menjalankan hukum dan peratutan  Tuhan. Oleh karena itu Tuhan menurunkan Kitab sucinya yang berupa Injil.

Nabi Isa as. atau Yesus mengajar kepada mereka tentang kebijaksanaan, hikmah dan welas asih, sehingga dalam melihat segala sesuatu bukan hanya dari segi hukum saja, tapi dari segi bathin atau hakekatnya. Itulah yang di dalam tasawuf disebut Hakekat.

Setelah Nabi Isa as. diangkat oleh Tuhan, ummatnya hanya mau mengamalkan semua ajaran Nabi Isa, akan tetapi tidak menjalankan hukum-hukum taurat lagi, akhirnya mereka lebih mengutamakan hakekat ketimbang syareatnya.

Kemudian turunlah Nabi Muhammad disebuah daerah yang gersang, padang pasir yang tandus, penduduknya sebelumnya tidak mengenal agama, mereka tidak punya peradaban yang maju, kebiasaan suku-suku yang yang suka berperang dan mereka tidak mengenal membaca dan menulis.

Diturunkannya kitab Suci al-Qur'an kepada Nabi Muhammad Saw. untuk mendidik ummatnya dengan hukum-hukum dan peraturan yang ketat, seperti hukum Taurat yang disebut dengan fiqih atau syareat dan diajarkan pula kepada mereka tentang akhlak  dan budi pekerti yang luhur agar orang gurun itu mempunyai budaya yang luhur.

Agar tidak kaku dalam menjalankan hukum dan perintah Tuhan, Nabi Muhammad Saw. juga mengajarkan kepada ummatnya yang berkaitan bab ruhani, agar jiwa mereka menjadi bersih dari kotoran bathin, inilah yang disebut dengan tasawuf.

Dengan diajarkan tasawuf kepada ummatnya agar mereka tidak hanya sebatas belajar dan memahami hukum-hukum Tuhan saja. Akan tetapi juga mau menggali setiap ajaran Islam sampai ke bagian yang dalam, inilah yang disebut dengan hakekat.

Nabi  Muhammad Saw. menggabungkan Musa dan Isa menjadi satu yaitu menjadi Islam yang berarti tunduk, patuh dan berserah diri pada Tuhan. Musa adalah simbol Syareat dan Isa adalah simbol hakekat. Dengan memadukan antara Syareat dan Hakekat maka bisa menjadi rahmatan lil alamin.

Setelah Nabi Muhammad Saw. meninggal dunia, setelah ratusan tahun ternyata ummatnya tidak mengikuti ajaran Nabi Saw. secara utuh lagi, ada yang hanya mempelajari dan menggali dari segi hukum saja untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari inilah yang disebut fengan fiqih atau syareat.

Di satu sisi ada sebagian kelompok yang hanya mengambil hakekat saja. Mereka tidak mau terikat denhan peraturan dan hukum dari Allah yang penting ingat kepada Allah, mereka inilah yang disebut kelompok hakekat atau kelompok bathini.

Orang-orang Syareat menganggap kelompok hakekat adalah sessat karena tidak mau menjalankan Syareat. Sedangkan kelompok hakekat menganggap orang-orang  syareat tidak mengenal Tuhan, karena mereka belum menyaksikan hanya sebatas teori.

Lalu muncullah Imam al-Ghozali yang ahli dalam ilmu Syareat atau fiqih dan ahli dalam ilmu hakekat. Kedua ajaran ini disatukan menjadi satu, dan ditulis dalam sebuah kitab yang bernama Ikhya' Ulumuddin. Yang berisi kajian syareat atau fiqih yang diuraikan dari segi hakekat atau bathin. Dari sinilah ajaran Nabi Muhammad Saw. menjadi utuh kembali  yaitu antara Syareat dan hakekat menjadi satu.

Antara Syareat dan hakekat itu satu kesatuan yang utuh tidak bisa dipisahkan, jika diambil  hanya salah satunya maka menjadi timpang dan tidak seimbang. Jika hanya fokus pada hukum saja maka jiwanya menjadi kaku dan suka menghakimi orang lain. Akan tetapi jika hanya mengambil hakekatnya saja, maka tatanan masyarakat tidak bisa ditegakkan dengan benar dan adil.

Sayangnya sekarang ini kelompok Syareat yang mengingkari Tasawuf lebih banyak dan dominan menjadi mufti yaitu orang yang memberikan fatwa dan dai, sehingga terkesan Islam menjadi kaku dan suka menyessatkan serta mengkafirkan orang lain.

Berbeda dengan ulamak yang mempelajari tasawuf, merela lebih bijaksana, lebih sejuk dalam menyampaikan dakwah, karena mereka melihat masalah bukan dari hitam dan putih, akan tetapi mereka melihat dari segi  dhohir dan bathin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar