Oleh: Farchan Jaohari Tantowi
Menurut almukarom KH Muhamad Ali Hanafiah Akbar, disampaikan dalam ceramah subuh di Islamic Center mesjid at-Taqwa, Cirebon, ziarah ke makam para wali adalah bagian dari ukuwah Islamiyah dalam rangka melakukan perenungan terhadap perjuangan para wali yang dengan penuh kesungguhan menda’wahkan agama Islam di berbagai wilayah nusantara ini. Para peziarah dituntut memiliki rasa empati terhadap perjuangan para wali yang telah mengorbankan jiwa, raganya, pikiran dan materinya untuk menyebarluaskan Islam di bumi persada ini.
Kita (para peziarah) sebagai orang yang memperoleh dampak positif dari hasil perjuangan mereka, menikmati hasil perjuangan mereka, sudah sepantasnya, meungkapakan rasa syukur kepada Allah SWT dengan mendatangi makam-makam para wali dan mendoakan mereka, mengkaji riwayat perjuangan mereka sambil “napak tilas” dan meneruskan perjuangan mereka dalam bentuk ketaatan pada syariat dan hakikat yang telah mereka wariskan kepada kita semua.
Dapat dibayangkan, betapa sulitnya mereka melakukan syi’ar Islam. Gunung mereka daki, lautan mereka seberangi, hutan rimba mereka jelajahi, bukit mereka lalui, jurang pun mereka lintasi. Untuk apa? Untuk satu tujuan yaitu menanamkan ketauhidan ke dalam jiwa masyarakat yang nihil peradaban. Sungguh terlalu dan tak beradab jika kita tidak berterimakasih. Ziarah mendatangi makam orang-orang yang telah berjasa menyelamatkan nenek moyang kita sehingga pada gilirannya kita semua pun terlepas dari berbagai bentuk belenggu kezaliman masyarakat pada zaman itu, ini merupakan implementasi ungkapan rasa Terimakasih tersebut. Sungguh kita tergolong orang-orang yang tidak beradab jika kita tidak mendatangi makam mereka, mendoakan mereka sambil memohon ampunan kepada Allah bahwa kita (para peziarah) hanyalah insan penikmat hasil perjuangan mereka.
Di contohkan almukarom KH M Ali Hanafiah Akbar, “Rasulullah saja pernah menangis tatkala beliau mengenang perjuangan Siti Khadijah semasa hidupnya.” “Siti Khadijah telah merelakan seluruh jiwa, raga dan harta kekayaannya untuk membantu perjuangan dahwah Islam yang dilakukan Rasulullah SAW.” Kata beliau.
Sedikit bercerita tentang istri pertama Rasulullah ini, wanita yang dijuluki ath-Thahirah (yang suci) adalah orang pertama kali beriman kepada Allah dan kenabian Rasulullah. Orang yang sangat berjasa bagi dakwah Rasulullah dan penyebaran agama Islam.
Diriwayatkan, ketika Siti Khadijah sakit menjelang ajal, Siti Khadijah berkata kepada Rasululllah SAW,
“Daku memohon maaf kepadamu, Ya Rasulullah, kalau aku sebagai istrimu belum dapat berbakti kepadamu".
"Jauh dari itu ya Khadijah. Engkau telah mendukung da'wah Islam sepenuhnya", jawab Rasulullah"
Kemudian Siti Khadijah memanggil anaknya Siti Fatimah Azzahra dan berbisik,
"Fatimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba, yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut memintanya sendiri, agar beliau memberikan serbannya yang biasa untuk menerima wahyu agar dijadikan kain kafanku". Mendengar itu Rasulullah berkata,
"Wahai Khadijah, Allah mengirimkan salam untukmu, dan telah dipersiapkan tempatmu di syurga".
Siti Khadijah pun kemudian menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan Rasulullah. Didekapnya Siti Khadijah dengan perasaan pilu yang teramat dalam. Tumpahlah air mata mulia Beliau dan semua orang yang ada disitu.
Apakah Rasulullah memberikan serbannya untuk pembungkus mayat Siti Khadijah? Tidak, karena Allah telah mengutus malaikat Jibril untuk memberikan kain kafan pembungkus jasad Siti Khadijah yang telah kaku.
Kembali pada hakikat ziarah makam para wali, terdapat pelajaran penting yang dapat diambil dari proses perjalanan ziarah tersebut. Diantaranya adalah menempa kesabaran, ketawakalan, keikhlasan, dan masih banyak lagi pelajaran lain yang tidak mungkin dapat diungkap di sini.
Bagaimana mungkin tidak harus memiliki kesabaran, ketawakalan, dan keikhlasan, 1560 orang jumlah peziarah yang berasal dari berbagai suku, lingkungan masyarakat, tradisi, budaya, disatukan dalam satu wadah hanya dalam kurun waktu 3 hari 4 malam. Jelas tanpa kesadaran masing-masing individu untuk saling memahami, niscaya permasalahan akan jebol membanjiri kelancaran perjalanan ziarah. Oleh sebab itu, amanat guru Mursyid “wa’tasimu bihablillah” benar-benar harus dipahami oleh peserta ziarah. Kalaupun masih ada yang belum bisa bersabar, bertawakal, dan belum ikhlas, maaf saja saya katakan, mereka belum memahami hakikat dari ziarah ini.
Lalu bagaimana sebaiknya? Ya, kita sebagai peserta harus peka terhadap sebuah realita. Artinya jangan hanya melihat realitanya saja, tapi pandangan kita harus tajam menilik apa yang ada di balik realita itu sendiri. Misalnya kalau melihat warna hitam lihatlah dibalik warna hitam itu. Karena, mungkin saja dibalik itu terdapat warna putih, biru, hijau atau warna lainnya. “Jangan dibilang aneh-aneh ya!” Kalau kita percaya hanya Allah yang memiliki segala urusan, maka bila muncul permasalahan yang tidak dikehendaki, sambil mencari solusinya kita dianjurkan mengucapkan “Innalillahi wainnailaihi rojiun.” Saya hanya mengutip nasihat almukarom lho! Contoh lain, beberapa bus ada yang salah jalan. Apakah akan kita hujat sopirnya goblog, karomnya bego, panitianya tidak genah? Oh tidak, karena itu bukan sesuatu yang disengaja. Siapa yang mau salah, siapa yang tidak mau cepat sampai di tujuan? Semua persoalan kalau kita anggap sebuah pelajaran pasti diberkahi oleh Allah yang maha tahu segala urusan. Karena itu, andai saja kita semua memahami makna “kesabaran”, tidak perlulah saling menyalahkan. Mari dievaluasi dengan prinsip persaudaraan, diselesaikan dengan penuh kebijakan. Kita sama-sama manusia, “al insani mahlul hoto”. “Eh, bener Gak ya!” Ya! “Manusia itu tempat salah”, dan dalam tasawuf tidak ada “kata salah”. Menurut kita salah belum tentu menurut yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Karena itu dianjurkan tetaplah dalam benteng kesabaran seperti ayat yang selalu kita baca seusai shalat malam yaitu QS. al-Imron ayat terakhir (200) yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
TUJUAN ZIARAH KUBUR
Ziarah kubur merupakan perkara yang disyariatkan dalam Islam dengan tujuan agar orang yang melakukannya dapat mengambil pelajaran dengannya dan dapat mengingat akhirat.
Jika kita membaca dan mempelajari hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat diketahui bahwa hikmah dan tujuan penting dari ziarah kubur itu adalah:
1. Memberikan manfaat bagi penziarah kubur yaitu untuk mengambil ibrah (pelajaran), melembutkan hati, mengingatkan kematian dan mengingatkan tentang akan adanya hari akhirat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ فَزُوْرُوْهَا فَإِنَّهَا تُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكَّرُ الاَخِرَة
“Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu dapat melembutkan hati, meneteskan air mata dan mengingatkan pada kehidupan akhirat” (HR. Hakim 1/376)
2. Memberikan manfaat bagi penghuni kubur, yaitu ucapan salam (do’a) dari penziarah kubur dengan lafadz-lafadz yang pernah dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Untuk menghidupkan sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4. Untuk mendapatkan pahala kebaikan dari Allah dengan ziarah kubur yang dilakukannya.
Nah, bilamana ziarah kubur kosong dari maksud dan tujuan tersebut, maka itu bukanlah ziarah kubur yang diridhai oleh Allah. Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan: “Semuanya menunjukkan tentang disyariatkannya ziarah kubur dan penjelasan tentang hikmah yang terkandung padanya yaitu agar dapat mengambil ibrah (pelajaran). Apabila kosong dari ini (maksud dan tujuannya) maka bukan ziarah yang disyariatkan.” (Subulus Salam 2/162)
Siapa saja yang menyadari hakikat dari ziarah kubur ini, ia akan lebih banyak tafakkur. Ia akan banyak mohon ampun kepada Allah atas segala kelalaiannya selama ini. Ia akan mengisi sisa umurnya dengan hal-hal yang akan bermamfaat baginya setelah kematian. Ia akan berusaha meninggalkan segala maksiat menuju ketaatan. Karena, pada akhirnya ia akan masuk kubur, akan meninggalkan semuanya, harta bendanya, anak dan keluarganya dan lain sebagainya. Ia akan memperbanyak amal sebagai bekal dalam perjalanan berikutnya setelah kematian menjeputnya.
Disamping itu, ziarah kubur juga dalam rangka berbuat baik kepada mayit dengan mengucapkan salam, mendoakannya dan memohonkan ampun untuknya. Dan mengenai ini ada sekian banyak hadits.
[Wallahualam bisshowab.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar