Oleh: Farchan Jaohari Tantowi
Ada orang yang rajin ke masjid untuk sholat dan ngaji, akan tetapi jiwanya justru penuh kebencian, kedengkian, merasa paling suci, mudah menyalahkan orang lain, bahkan gara-gara beda pilihan politik menganggap orang lain munafik dan kafir.
Mereka walaupun rajin ke masjid tapi jiwanya tidak berada di masjid, ketika sujud bukannya menunddukkan dirinya dan menyembah kepada Allah, justru mereka menyembah hawa nafsunya sendiri. Sehingga bukannya jiwanya tercerahkan, justru menjadi gelap dengan egonya.
Banyak orang yang rajin ke masjid tapi masjid di dalam hatinya tidak pernah di datangi, tidak pernah dibersihkan dan dirawat serta tidak pernah dipakai sholat dan dzikir.
Hati itu adalah masjid di dalam diri, jika tidak dibersihkan dari sifat tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang mulia, maka hatinya menjadi kotor dan berkarat. Sehingga tidaklah mengherankan walaupun rajin ke masjid sholat dan pengajian tidak menjadikan jiwanya tercerahkan. Karena ada ketidaksinambungan antara masjid di dalam dirinya dengan masjid dhohir yang ditempati sholat.
Disebut masjid karena tempatnya sujud, hikmah sujud itu untuk menundukkan dan menghinakan diri kepada Allah. Jika jasad dan hatinya benar-benar sujud, maka jiwanya menjadi tercerahkan dan bercahaya, sehingga bisa "menerangi" orang lain.
Jika seseorang sering sujud di masjid dalam dirinya dan masjid dhohir, maka mereka bisa mengendalikan hawanafsunya dan muncul sifat welas-asihnya kepada semua makhluk. Karena Tuhan yang disembahnya mempunyai sifat arrahman dan arrakhim maka yang menyembahnya akan mendapatkan cahaya arrahman dan arrakhim.
Jika kita sudah mengetahui hakekat masjid di dalam diri dan sering duduk hening di dalamnya, maka kita akan sampai dan masuk ke dalam Masjidil Aqsho dalam dimensi ruhani dan merasakan Mi'roj, sehingga jiwa menjadi tercerahkan.
Dengan begitu kita tidak bakalan mau mengotori masjid dhohir dan bathin dengan perbuatan tercela, apalagi untuk menyebarkan kebencian dan kedengkian.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar